Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah


Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

 

Hadirin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah,

Diantara ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala  yang berjalan atas hamba-Nya, Allah jadikan di tengah-tengah mereka musim-musim kebaikan, amalan-amalan ketaatan, ini merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala  yang sangat besar dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Pada hari ini kita berada di penghujung bulan Dzulqa’dah, dan insya Allah beberapa saat lagi kita akan bersua dengan bulan Dzulhijjah. Dan dimaklumi bahwa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah terdapat keutamaan dan kebaikan yang sangat besar bagi seorang muslim. Karena itu kewajiban kita adalah memanfaatkan waktu dan kesempatan, serta mensyukuri anugrah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Keutamaan Sepuluh Hari Dzulhijjah[1]

Hadirin jamaah shalat Jumat Rahimakumullah,

Sepuluh hari Dzulhijjah adalah hari-hari yang agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala  telah memuji-Nya dalam Al-Quran dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menyebutkan keutamaan-keutamaanya di dalam hadits beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” [Al-Fajr: 1-2]

Setelah menyebutkan sejumlah ucapan ulama tafsir tentang ayat di atas, seorang mufassir ternama, lbnu Jarir rahimahullâh, dalam Tafsir-nya, menyimpulkan bahwa “malam yang sepuluh” tersebut adalah malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan para ulama tafsir tentang hal tersebut.[2]

Ibnu Katsir rahimahullâh juga menguatkan hal tersebut sembari berkata, “Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh Dzulhijjah sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbâs, Ibnu Az-­Zubair, Mujahid, dan ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (belakangan) selain mereka ….”

Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman pula,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ. لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ….” [Al-Hajj: 27-28]

Menurut lbnu Katsir rahimahullâh, yang dimaksud dengan “hari-hari yang telah ditentukan” dalam ayat di atas adalah sepuluh hari Dzulhijjah. Beliau menukil hal tersebut dari Ibnu ‘Abbâs, Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallâhu ‘anhumâ, Mujâhid, Qatâdah, ‘Athâ`, Sa’îd bin Jubair, Al-Hasan, Adh-Dhahhâk, ‘Athâ` Al-Khurasâny, dan lbrahim An-Nakha’iy, serta merupakan pendapat Madzhab Asy-Syâfi’iy dan yang masyhur dari Ahmad –semoga Allah merahmati mereka seluruhnya-.

Berdasarkan keterangan-keterangan dari dua ayat di atas, bisa disimpulkan bahwa sepuluh hari Dzulhijjah merupakan hari-hari yang memiliki fadhilah yang sangat besar bagi kaum muslimin.

Selain itu, bila kita memperhatikan berbagai ibadah yang disyariatkan pada sepuluh hari Dzulhijjah ini, akan tampak dengan jelas berbagai keistimewaan sepuluh hari tersebut. Al-­Hafizh Ibnu Hajar rahimahullâh berkata, “Yang tampak adalah bahwa keistimewaan sepuluh hari Dzulhijjah adalah karena (hari-hari itu merupakan) tempat berkumpulnya pokok-pokok ibadah, yaitu shalat, puasa, shadaqah dan haji, yang hal tersebut tidaklah terjadi pada (hari-hari) lain.”[3]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tiada suatu hari pun yang amal shalih pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. (Para shahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidak pula (dilebihi oleh) jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘(Ya), tidak (pula) jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun dari hal tersebut.’.”[4]

Hadits di atas merupakan hadits pokok yang menjelaskan keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijjah yang mengandung beberapa pelajaran, di antaranya:

Pertama, menunjukkan keutamaan beramal kebaikan pada sepuluh hari awal Dzulhijjah sehingga keutamaan beramal pada hari-hari tersebut tidak terkalahkan oleh amalan apapun pada selain hari-hari itu, termasuk amalan jihad di jalan Allah yang tidak mengakibatkan seseorang mati syahid karenanya. Oleh karena itulah, para ulama salaf sangat mengagungkan hari-hari Dzulhijjah ini.

Abu Utsman An-Nahdy[5] rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya mereka (shahabat dan tabi’in) mengagungkan tiga sepuluh: sepuluh (hari) terakhir dari Ramadhan, sepuluh (hari) awal dari Dzulhijjah, dan sepuluh (hari) awal dari Muharram.”[6]  Oleh karena itu, ini adalah suatu nikmat dan anugerah Allah kepada kaum muslimin agar mereka memanfaatkan sepuluh hari Dzulhijjah tersebut dengan sebaik mungkin.

Kedua, keterangan bahwa amalan shalih pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama daripada amalan shalih yang bukan pada hari-hari tersebut menunjukkan bahwa segala amalan shalih pada sepuluh hari tersebut pahalanya dilipatgandakan.

Ketiga, frasa “amal shalih” yang dimaksud adalah sebuah konteks umum yang meliputi segala jenis amalan shalih, baik amalan shalih yang syariat dan tuntunannya dalam bulan Dzulhijjah telah tetap, seperti pelaksanaan haji, puasa ‘Arafah, hari An-Nahr (‘Idul Adha), berqurban, berpuasa, dan memperbanyak takbir, maupun amalan shalih yang merupakan hal yang disyariatkan atas setiap muslim pada segala keadaan, seperti ibadah-ibadah wajib, ibadah sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur`an, menyambung silaturahmi, dan berbakti kepada orang tua.

Keempat, dalam hal memperbandingkan antara sepuluh hari awal Dzulhijjah dan sepuluh malam akhir Ramadhan, terjadi silang pendapat di kalangan ulama tentang yang paling utama antara keduanya.

Ibnul Qayyim menukil dari gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, bahwa Syaikhul Islam menyatakan, “Fashlul khithâb ‘pendapat yang menuntaskan perselisihan’ adalah bahwa malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan lebih utama daripada malam-malam sepuluh (hari) awal Dzulhijjah karena Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam hal menunaikan ibadah pada malam-malam tersebut dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan terhadap malam-malam lain, sedangkan hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah lebih utama daripada hari-hari sepuluh terakhir Ramadhan berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs ini dan sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, ‘Hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari An-Nahr’[7] serta keutamaan yang datang dalam hari ‘Arafah[8].” [9]

Demikian pula keterangan Al-Mubarakfury rahimahullâh.[10]

Dari Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim rahimahullâh juga menukil jawaban yang semakna, dengan redaksi yang lebih ringkas, sembari menyifatkan jawaban itu sebagai jawaban yang sangat memuaskan lagi mencukupi. Beliau juga menyatakan bahwa siapa saja yang menjawab bukan dengan rincian beliau, ia tidak mungkin membawakan argumen yang benar.[11]

Namun, Ibnu Rajab rahimahullâh memandang bahwa pendapat di atas adalah pendapat yang jauh dari kebenaran. Bagi beliau, hadits-hadits tentang lebih utamanya sepuluh hari awal Dzulhijjah berlaku umum untuk malam dan siang hari.[12] Wallâhu A’lam.

 

Macam-Macam Amalan yang Disyariatkan[13]

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah

Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

“Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga”.

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي

“Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku”.

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ما من عبد يصوم يوماً في سبيل الله ، إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”. [Hadits Muttafaqun ‘Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده

“Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”.

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

 “…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”. [al-Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

“Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid”. [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha’, tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah”.

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”. [al-Baqarah/2 : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do’a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do’a-do’a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.

Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta’atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله علي

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya” [Hadits Muttafaqun ‘Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.

Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq

Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah ; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.

Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta’ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما

“Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”. [Muttafaqun ‘Alaihi].

Jamaah shalat Jumat Rahimakumullah.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus dan semoga pula Allah memudahkan kita untuk mengisi hari-hari di awal bulan Dzulhijjah ini dengan amal ketaatan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.

Khutbah Kedua

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.

Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya”.

Dalam riwayat lain :

فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي

“Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban”.

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan…”. [al-Baqarah/2 : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.

Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.

Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ.

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

 


[2] Jâmi’ul Bayân 12/559.

[3] Fathul Bâry 2/460.

[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry no. 969, Abu Dâwud no. 2438, At-Tirmidzy no. 756 (lafazh hadits adalah milik beliau), dan Ibnu Mâjah no. 1727.

[5] Beliau adalah Abdurrahman bin Mull, salah seorang ulama tabi’in yang wafat pada tahun 95 H.

[6] Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr Al-Marwazy dalam Ash-Shalâh sebagaimana dalam Ad-Durr Al-Mandzûr 8/502 karya As-Suyuthy. Baca pulalah Lathâ’if Al-Ma’ârif hal. 31 karya Ibnu Rajab (cet. Maktabah Ar-Riyadh Al-Haditsiyah).

[7] Takhrîj-nya akan disebutkan.

[8] hadits tentang keutamaan hari ‘Arafah akan disebutkan.

[9] Demikian nash ucapan Ibnu Taimiyah yang dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim, dalam Tahdzîb As-Sunan 6/315.

[10] Bacalah kitab beliau, Tuhfatul Ahwâdzy, pada penjelasan hadits no. 506 dari Sunan At-Tirmidzy (Abwâb Ash-Shiyâm Bab fi Amal fi Ayyâm At-Tasyrîq).

[11] Bacalah Badâ`i’ul Fawâ`id 3/683.

[12] Bacalah keterangan beliau dalam Lathâ`if Al-Ma’ârif hal. 282.